Resensi Pribadi dan Martabat Buya Hamka Karya : H. Rusydi Hamka



Buku Pribadi dan Martabat Buya Hamka
Karya : H. Rusydi Hamka
Penerbit : Noura Book Publising
Tebal buku : 404
Buku pribadi dan martabat buya hamka adalah buku biografi dari buya hamka kecil hingga menjelang hayat Buya Hamka dengan menitik fokuskan pada pribadi dan martabat Buya Hamka selama hidupny. Buku ini ditulis secara langsung oleh salah satu anaknya sendiri, yaitu Rusydi Hamka. Pada buku ini, terdapat bab 1, bab 2, dan berbagai lampiran dari I sampai IX, lalu di tutup pada halaman terakhir yaitu sekitar halaman 385 sampai 387 dengan biodata penulisnya yaitu rusydi Hamka. Untuk BAB 1 terdiri dari berbagai sub yaitu tentang latar belakang kehidupan hamka, tongkat-tongkat buya, Ibu.. obat hati ayah dan anak, tahun-tahun yang cerah, kenangan buya hamka yang mengharukan, pribadi buya hamka yang menakjubkan, dan fatwa dalam humor. dari berbagai sub tersebut akan dibahas bagian latar belakang kehidupan Hamka, ternyata di dalam buku ini ketika Buya Hamka kecil, beliau sudah mandiri dan di didik cukup ketat terutama pada masalah agama oleh ayahnya yaitu DR. Syaikh Abdulkarim Amrullah yang merupakan tokoh pelopor dari gerakan Islam “kaum muda” di Minangkabau. Namun, pada masa kecilnya pula Buya Hamka sangat nakal sehingga tidak terlalu dekat dengan ayahnya, dan pada usia belasan tahun juga Buya Hamka sudah merantau ke mekkah dan tinggal disana selama 6 bulan untuk menuntut ilmu agama Islam. Selain latar belakangnya,dalam buku ini ada sub bab yang menarik saya yaitu tongkat-tongkat Buya, di bab ini diceritakan bagaimana peran tongkat-tongkat Buya Hamka. Mungkin segelintir pembaca sudah membaca salah satu karya anak Buya Hamka lainnya dengan judul buku Ayah, disana dijelaskan bahwa Buya Hamka memiliki mobilitas yang tinggi dimana untuk menyebrangi kambung Buya Hamka ke kambung lain hanya memiliki satu jalur yaitu melalui bukit-bukit, disinilah peran tongkat sangat penting, yang fungsinya bukan saja untuk membantu melangkah sampai tujuan,melainkan dapat juga digunakan untuk mengusir hewan-hewan yang berbahaya seperti ular, kalajengking, dll. Selain ketika peristiwa itu,tongkat juga sebagai saksi benda mati yang melihat perjuangan Buya Hamka dalam menjalankan hidupnya.
BAB 2 memiliki sub bab yaitu mengenai Muru’ah I dan II, anak-anak kesebelas, problem, merindukan cucu, kumandang dkwah, terpegang di pangkal bedil, ketua umum majelis ulama, jembatan umat dan pemerinta, h, dan menjelang akhir hayatnya. Disini saya akan menjelaskan sub bab dari muru’ah I, muru’ah jika diartikan bahasa populernya harga diri, di buku ini diceritakan bahwa buya hamka memiliki harga diri yang cukup ringgi terutama perihal keagamaan. lalu untuk sub bab kesebelas anak yaitu menjelaskan bahwa kita tahu bahwa Buya Hamka memiliki sepuluh anak, dan anak kesebelas adalah anak angkat atau anak yang pernah singgah di rumah Buya Hamka, baik dalam jangka waktu lama maupun dekat, hal ini menjadi kebiasaan keluarga Buya Hamka apabila ada seseorang baik itu laki-laki atau perempuan yang menginap dirumahnya sudah dianggap sebagai anak ke sebelasnya.
Lampiran-lampiran terdiri dari sembilan, yang salah satunya mengenai ditahannya Buya Hamka ketika rezim Soekarno. Awal mulanya, ada dua polisi yang memiliki tubuh yang kekar dan subur datang ke rumah Buya Hamka, disaat yang bersamaan Ummi yaitu Istri Buya Hamka sedang sakit, singkat cerita buya hamka ditahan karena tuduhan pemberontakan kepada presiden soekarno. Ketika dibawa oleh polisi tersebut, ummi yang melihatnya tidak sanggup dan jatuh pingsah. Selama berhari-hari, Anak-anak Buya Hamka mencari informasi dimana buya hamka di tahan. Namun, tidak ada yang meresponnya, lalu 3 minggu kemudian baru ada kabar bahwa Buya Hamka di tahan di Sukabumi, keluarga langsung menjenguk dan Buya Hamka memberitahu hanya kepada penulis secara berbisik bahwa disini seperti Nazi dimana dia di hina, di tuduh, dan di siksa dengan alasan agar mengaku apa yang dituduhkannya. 3 tahun lamanya ditahan yang berpindah-pindah dari Sukabumi ke Cimacan Ke Puncak. Akhirnya Buya Hamka dibebaskan karena penyakit yang di derita dahulu kambuh lagi, yaitu penyakit wasir. Hali ini disebabkan Buya Hamka dalam tahanan selalu duduk untuk menulis.
Penjelasan diatas hanya sebagian dari kisah-kisah Buya Hamka dalam buku ini. Hikmah yang bisa saya ambil dari buku ini, ternyata menjadi seorang tokoh itu perjuangannya tidak bisa diangap remeh, dari kepribadian Buya Hamka, saya ingin mempelajari bagaimana menjadi seseorang yang berjiwa pemaaf tanpa meninggalkan jejak dendam sedikit pun, dan selalu tenang dimanapun situasinya, karena kita harus ingat bahwa Allah SWT selalu di sisi kita.

Comments

Popular Posts